Pages

Pengikut

Minggu, 16 Desember 2012

PERAN KEDWIBAHASAAN TERHADAP KELAS SOSIAL MASYARAKAT TUTUR



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang Masalah
Bahasa adalah suatu sistem lambang bunyi yang arbiter yang dipergunakan oleh masyarakat untuk bekerja sama, berinteraksi, dan mengidentifikasikan diri (Aslinda dalam Kridalaksana, 2010 : 1). Bahasa dapat menggantikan peristiwa atau kegiatan yang seharusnya dilakukan oleh individu atau kelompok. Dengan bahasa seorang individu atau kelompok dapat berinteraksi dengan kelompok atau individu lainnya. Bahasa juga sering dianggap sebagi produk sosial atau produk budaya, bahkan merupakan kegiatan tak terpisahkan dari kebudayaan itu. Sebagai produk social atau budaya tentunya bahasa merupakan wadah aspirasi social, kegiatan dan perilaku masyarakat.
Oleh karena itu, bila berbicara tentang kelompok masyarakat atau kelas sosial yang terdapat didalamnya, tentunya tidak terlepas dari peran kedwibahasaan yang mampu menyesuaikan kapan dan dimana seseorang akan berbicara layaknya sebagai masyarakat yang terdidik atau kaum intelek, dan kapan masyarakat atau individu akan bertindak atau berbicara layaknya masyarakat tutur pada umumnya.











BAB II
PEMBAHASAN
A.    Kedwibahasaan
Menurut Mackey (Aslinda, 2010:24) Kedwibahasaan adalah the alternative use of two of more languages by same  individual. Dalam membicarakan kedwibahasaan tercakup beberapa pengertian, seperti: masalah tingkat, fungsi, pertukaran atau alih kode, percampuran atau campur kode, interferensi, dan integrasi.
Masalah tingkat adalah penguasaan bahasa oleh seseorang, maksudnya sejauh mana seorang itu mampu menjadi dwibahasawan atau sejauh manakah orang itu mampu mengetahui bahasa yang dipakainya. Kontak bahasa terjadi pada masyarakat pemakai bahasa atau terjadi dalam situasi kemasyarakatan tempat seseorang mempelajari unsur-unsur sistem bahasa yang bukan bahasanya sendiri. Kontak bahasa meliputi segala peristiwa persentuhan antara dua bahasa oleh penutur dalam konteks sosial. Ciri yang menonjol dari sentuh bahasa adalah terdapatnya kedwibahasaan/ bilingualism atau keanekaragaman bahasa/ multilingualism.
Ibrahim (1995: 189) ada dua asumsi yang mengatakan bahwa bahasa-bahasa adalah objek, yang secara ideal diantara objek-objek itu terdapat batas-batas yang jelas. Berimplikasi bahwa setiap ucapan (utterance) dapat dikategorikan pada satu bahasa tertentu.

1.      Fungsi Kemasyarakatan Dan Kedudukan Masyarakat Bahasa

Bahasa memiliki fungsi tertentu dalam pergaulan diantara sesama anggota kelompok  atau suku bangsa. Sebagai contoh, bahasa Indonesia dapat menjadi bahasa Nasional, bahasa Negara, bahasa resmi, dan bahasa persatuan antarsuku bangsa. Begitupun bahasa daerah, menjadi bahasa pengantar dalam suatu daerah dalam acara resmi, seperti pada upacara adat. 
 Nuzulia (2011) Pendekatan sosiologi berkaitan dengan analisis ranah (domain). Pendekatan ini pertama dikemukakan oleh Fishman. Pendekatan sosiologi melihat adanya konteks institutional tertentu (domain) yang terkait dengan dwibahasa yang terdiri dari domain formal dan domain informal. Ranah didefinisikan sebagai konsep sosiokultural yang diabstraksikan dari topik komunikasi, hubungan peran antar komunikator, tempat komunikasi di dalam keselarasan lembaga masyarakat dan bagian dari aktivitas masyarakat tutur.
  Di sisi lain, ranah juga adalah konsep teoretis yang menandai satu situasi interaksi yang didasarkan pada pengalaman yang sama dan terikat oleh tujuan dan kewajiban yang sama, misalnya keluarga, ketetanggaan, agama, dan pekerjaan.  Sebagai contoh, apabila penutur berbicara di rumah dengan seorang anggota keluarga mengenai sebuah topik, maka penutur itu dikatakan berada pada ranah keluarga. Pendek kata, bahasa rendah (low) yang cenderung dipilih dalam domain keluarga, sedangkan bahasa tinggi dipergunakan dalam domain yang lebih formal, seperti pendidikan dan pemerintahan.

B.     Dwibahasawan
Dwibahasawan adalah masyarakat yang menguasai dua bahasa atau lebih yang digunakan secara bergantian, namun masing-masing bahasa mempunyai peranannya masing-masing. Contohnya: masyarakat Indonesia dengan bahasa Indonesia sebagai bahasa Negara dan bahasa daerah sebagai bahasa intrakelompok. Hal ini dapat dilihat juga di Malaysia dengan bahasa Inggris dan Melayu, Filipina dengan bahasa Inggris dan Tagalog, dan di Haiti dengan bahasa Perancis dan Kreol Haiti.
Weinreich dalam Aslinda (26 : 2010) mengatakan seorang yang terlibat dalam praktek penggunaan dua bahasa secara bergantian itulah yang disebut dengan bilingual atau dwibahasawan. Tingkat penguasaan bahasa dwibahasawan yang satu berbeda dengan dwibahasawan yang lain, bergantung pada setiap individu yang mempergunakannya dan dwibahasawan dikatakan mampu berperan dalam perubahan bahasa.
Sumarsono (2009: 36) meskipun dikatakan, di dalamnya sebuah bahasa hanya ada sebuah ragam baku, ditemukan ada situasi yang unik dalam beberapa bahasa, yaitu dalam sebuah bahasa ditemukan ada dua ragam baku yang sama-sama diakui dan dihormati. Hanya saja, fungsi dan pemakaiannya berbeda, peristiwa tersebut disebut diglosia.
1.      Diglosia Dalam Masyarakat Aneka Bahasa
Ferguson melihat para penutur sesuatu bahasa, kadang-kadang memakai ragam bahasa tertentu dan memakai ragam lain untuk situasi lain. Kemudian ada suatu situasi yang di dalamnya ada dua ragam dari satu bahasa, hidup berdampingan dengan bahasa lain. Sebaliknya, ada dua keadaan yaitu, dua kelompok masyarakat yang berbeda bahasa ternyata bisa saling mengerti meskipun mereka menggunakan bahasa sendiri-sendiri (Sumarsono 2009 :23).
2.      Diglosia Tanpa Bilingualisme
Kondisi yang diperlukan untuk menciptakan eksistensi diglosia tanpa bilingualisme adalah eksistensi sistem sosial yang relative umum yang di dalam keanggotaan kelompok diperoleh dari kelahiran dan tidak mudah hilang (Ibrahim, 1995: 207). Kasus yang ekstrim dalam masalah di atas adalah di mana kelompok elit memilih untuk mengisolir diri dari populasi lain yang diajak berkomunikasi atau kalau berkomunikasi dengan mereka harus memakai penterjemah. Kelompok elit tersebut lebih suka memakai bahasa asing yang berstatus lebih tinggi  dalam komunikasi antara mereka sendiri.

C.    Kelas Sosial
Kelas sosial mengacu pada orang-orang yang mengacu kepada golongan masyarakat yang mempunyai kesamaan tertentu dalam bidang kemasyarakatan seperti ekonomi, pekerjaan, pendidikan, kedudukan, kasta dan sebagainya (Sumarsono 2009: 43).
Seorang individu mungkin mempunyai status sosial yang lebih dari satu. Misalnya si A adalah seorang bapak dalam sebuah keluarga, dan juga berstatus sosial sebagai seorang guru. Jika dia guru di sekolah negeri, dia akan masuk kedalam kelas pegawai negeri. Jika dia seorang sarjana, dia bisa masuk kelas sosial golongan “terdidik”. Ragam kelas sosial masyarakat tergantung pada tingkat kehidupan msyarakat. Semakin maju tingkat kehidupan masyarakat,maka  semakin banyak ragam kelas sosialnya.
Kelas sosial pada masyarakat, ada yang digolongkan kelas bawah, menengah, atas, dan kelas atas dan menengah. Kelas menengah dibagi lagi kelas atas-atas, dan kelas atas bawah, kelas menengah-atas dan kelas menengah-bawah.
1.      Ragam Bahasa Kelas Sosial
Ragam bahasa boleh dikatakan merupakan dialek sosial tersendiri. Jika anggota dari kelas bawah masuk ke perguruan tinggi menjadi mahasiswa, dia segera meninggalkan dialek sosialnya, dan digantikan dengan bahasa ragam baku yang biasa dipakai di kalangan universitas dan kalangan akademis. Jadi, perbedaan atau penggolongan masyarakat manusia bisa tercermin dalam ragam bahasa golongan masyarakat itu. Dengan kata lain secara linguistik dapat dikatakan jika dua dialek regional berdampingan, di dekat perbatasan itu, bisa jadi kedua unsur dialek itu akan “bercampur”. Semakin jauh dari batas itu, perbedaan itu semakin besar.
Sumarsono (2009: 45) mengatakan, ragam bahasa dialek regional dapat dibedakan secara cukup jelas dengan dialek regional yang lain. Batas perbedaan itu, bertepatan dengan batas-batas alam seperti laut, sungai, gunung, jalan raya, hutan dan sebagainya. Atau mungkin perbedaan itu, ditentukan oleh organisasi politik atau administrasi pemerintahan.
2.      Kelas Sosial Dan Ragam Baku
Perubahan bahasa sebagai hasil dari kontak bahasa. Di samping kontak bahasa, akan terjadi ambil-mengambil ataupun saling memindahkan pemakaian unsur-unsur bahasa, dapat pula terjadi percampuran, atau terjadi pemindahan identitas bahasa pada bahasa kedua atau sebaliknya (Aslinda, 2010: 26).
Masyarakat umum yang awam pada seluk-beluk bahasa, jelas tidak tahu banyak tentang bahasa atau ragam baku, tidak tahu banyak tentang kaidah ragam baku. Mereka seolah berjalan sendiri menurut iramanya sendiri. Hal ini menyebabkan yang sudah umum dan biasa dipakai masyarakat luas dapat tidak dianggap baku oleh masyarakat yang mempunyai otoritas, sebaliknya yang ditentukan baku jarang digunakan oleh masyarakat. Akibatnya, dalam bahasa selalu hidup dua bentukan. Misalnya bentuk-bentuk yang dibakukan ialah system dan analisis, tetapi yang umum dipakai adalah istilah system dan analisa.

D.    Peristiwa Tutur
Bahasa berfungsi sebagai komunikasi secara luas (eksternal), sebuah Negara bisa menggunakan bahasa untuk hubungan kontak dengan Negara lain, misalnya, sebagai fungsi’ window on the world’ yang diartikan sebagai pembuka  jendela dunia (Ibrahim 1995: 282).
Peristiwa tutur adalah berlangsungnya atau terjadinya interaksi linguistik dalam suatu ujaran atau lebih yang melibatkan penutur dan lawan tuturnya. Dalam setiap komunikasi interaktif linguistik, manusia saling menyampaikan informasi, baik berupa gagasan, maksud, pikiran, perasaan, maupun emosi secara langsung. Hubunganya dengan peristiwa tutur adalah berlangsungnya atau terjadinya interaksi liunguistik dalam suatu ujaran yang melibatkan dua pihak, antara penutur dengan mitra tuturnya.
Menurut Hymes dalam Aslinda (2010: 32), bahwa suatu peristiwa tutur harus memenuhi delapan komponen yang diakronimkan menjadi SPEAKING  yang terdiri dari Setting dan Scene, Participant, Ends, Act Sequences, Key, Instrumentalies, Norm of Interaction and Interpretation, and Gendres. Penjabaran SPEAKING adalah sebagai berikut:
Setting, berhubungan dengan waktu dan tempat penuturan berlangsung, sementara Scene mengacu pada situasi, tempat, dan waktu terjadinya penuturan.

Participant, adalah peserta tutur, atau pihak-pihak yang terlibat dalam penuturan, yakni ada penutur dan mitra tutur.
Ends mengacu pada maksud dan tujuan penuturan. 
Act sequences, berkenaan dengan bentuk dan isi ujaran.
Key, berhubungan dengan nada suara.
Instrumentalitiens, berkenaan dengan saluran dan bentuk bahasa yang digunakan penutur. 
Norm of interaction and interpretation, ialah norma-norma yang harus dipahami dan berlaku dalam interaksi.
Genre mengacu pada bentuk penyampaian.


E.     TINDAK TUTUR
Penekanan pentingnya pengungkapan dan pencarian serta spesifikasi kaedah-kaedah sosiolinguistik dalam cara yang sangat jelas (fishman dalam Ibrahim, 1995: 142). Dalam hal ini mencari kaedah-kaedah atau norma-norma yang menjelaskan serta memaksakan tingkah laku bahasa dan tingkah laku ke arah atau terhadap bahasa di dalam komunitas ujar. Kaedah pengguanaan bahasa didefinisikan kompeten komunikatif para pemakaiannya dalam arti kemampuannya menyeleksi kode yang cocok dan mode yang tepat untuk setting dan aktifitas tertentu.
Semua interaksi lingual terdapat tindak tutur (Searle dalam Aslinda 2010: 33). Interaksi lingual bukan hanya lambang, kata atau kaliamat, melainkan lebih tepat bila disebut produk atau hasil dari lambang, kata, atau kalimat yang berwujud perilaku tindak tutur.
Menurut Aslinda (2010: 34), Ada empat faktor yang menentukan tindak tutur diantaranya, adalah sebagai berikut:
1)      Dengan bahasa apa dia harus bertutur,
2)      Kepada siapa dia harus menyampaikan tuturan,
3)      Dalam situasi bagaimana tuturan itu disampaikan, dan
4)      Kemungkinan-kemungkinan struktur manakah yang ada dalam bahasa yang digunakan.
Dikatakan, Tindak tutur adalah produk atau hasil dari suatu kalimat dalam kondisi tertentu dan merupakan kesatuan terkecil dari interaksi lingual. Secara sederhana dapat dikatakan bahwa tindak tutur yang dikatakan adalah sepenggal tuturan yang dihasilkan sebagai bagian terkecil dalam interaksi lingual. Tindak tutur dapat berupa pernyataan, pertanyaan, dan perintah. Dengan demikian, satu maksud tuturan perlu dipertimbangkan berbagai kemungkinan tindak tutur sesuai dengan posisi penutur, situasi tutur, dan kemungkinan struktur yang ada dalam bahasa itu.
















BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Peran kedwibahasaan terhadap kelas sosial suatu masyarakat tutur tidak terlepas dari kaitan antara kedwibahasaan, dwibahasawan, kelas sosial, peristiwa tutur, dan tindak tutur. Dwibahasa adalah media yang dipakai oleh dwibahasawan untuk mengungkapkan, atau mengujarkan kata. Kelas sosial adalah sebagai pembatas atau sekat, yang menentukan kapan dan dimana suatu peristiwa tutur dapat disesuaikan dengan situasi dan kondisinya, sehingga produk dari suatu tindak tutur dapat disamapaikan dengan baik oleh penutur dan dapat diterima dengan baik oleh mitra tutur tanpa adanya kesenjangan bahasa yang terjadi pada masyarakat tutut yang berbeda kelas sosial tentunya.


DAFTAR PUSTAKA
Aslinda, dan Leni Syafyahya.2010. Pengantar Sosiolinguistik. Bandung: rafika Aditama
Ibrahim, Syukur. 1995. Sosiolinguisti. Surabaya: Usaha Nasional.
http://nayacimumut.blogspot.com/2012/06/kelas-sosial.html
Nuzulia,Dian.2010. Kedwibahasaan. N.design.wordpress.com
Sumarsono.2009. Sosiolinguistik.yogyakarta: pustaka Pelajar.
Read more »»  

Selasa, 02 Oktober 2012

MEMBACA


A.      Pengertian Membaca
            Membaca adalah suatu proses yang dilakukan serta dipergunakan oleh pembaca untuk memperoleh pesan, yang hendak disampaikan melalui media kata-kata atau bahasa tulis. Suatu proses yang menuntut agar kata yang merupakan suatu kesatuan akan terlihat dalam suatu pandangan sekilas, agar makna kata-kata secara individual akan dapat diketahui. Kalau hal ini tidak terpenuhi, maka pesan yang tersurat dan yang tersirat tidak akan tertangkap atau dipahami, dan proses membaca itu tidak terlaksana dengan baik (Hodgson 1960 : 43-44).
            Dari segi linguistic, membaca adalah suatu proses penyandian kembali dan pembacaan sandi (a recording and decoding process), berlainan dengan berbicara dan menulis yang justru melibatkan penyandian (econding). Sebuah aspek pembacaan sandi (deconding) adalah menghubungkan kata-kata tulis (written word) dengan makna bahasa lisan (oral language meaning) yang mencakup pengubahan tulisan/cetakan menjadi bunyi yang bermakna. (Anderson 1972 : 209-210).
            Istilah-istilah linguistic decoding dan encoding tersebut akan lebih mudah dimengerti kalau kita dapat memahami bahasa (language) adalah sandi (code) yang direncanakan untuk membawa/mengandung makna (meaning). Kalau kita menyimak ujaran pembicara maka pada dasarnya kita men-decode (membaca sandi) makna ujaran tersebut. Apabila kita berbicara, maka pada dasarnya kita meng-ecode (menyandikan) bunyi-bunyi bahasa untuk membuat/mengutarakan makna (meaning). Seperti juga halnya berbicara dalam bentuk grafik, maka menulis pun merupakan suatu proses penyandian (econding process), dan membaca sebagai suatu penafsiran atau interprestasi terhadap ujaran yang berada dalam bentuk tulisan adalah suatu proses pembaca sandi (decoding process). Beberapa ahli lebih cenderung memakai istilah recording (penyandian kembali) untuk menggantikan istilah reading (membaca) sebab pertama sekali lambing-lambang tertulis (written symbols) diubah menjadi bunyi, dan kemudian barulah sandi itu dibaca (are decoded). Menyimak dan membaca berhubungan erat karena keduanya merupakan alat untuk menerima komunikasi : berbicara dan menulis berhubungan erat karena keduanya merupakan alat untuk mengutarakan makna, mengemukakan pendapat, mengekspresikan pesan. (Anderson 1972 : 3).
            Disamping pengertian atau batasan yang telah diutarakan diatas maka membaca pun dapat pula diartikan sebagai suatu metode yang kita pergunakan untuk berkomunikasi dengan diri kita sendiri dan dengan orang lain. Berkomunikasi dengan orang lain yaitu mengkomunikasikan makna yang terkandung atau tersirat pada lambang-lambang tertulis. Bahkan ada pula beberapa penulis yang seolah-olah beranggapan bahwa “membaca” adalah suatu kemampuan untuk melihat lambang-lambang tertulis serta mengubah lambang-lambang tertulis tersebut melalui fonik (phonics= suatu metode pengajaran membaca, ucapan, ejaan, berdasarkan inter-pretasi fonetik terhadap ejaan biasa) menjadi membaca lisan (oral reading). Membaca dapat pula dianggap sebagai suatu proses untuk memahami yang tersirat dalam yang tersurat, melihat pikiran, yang terkandung didalam kata-kata yang tertulis. Tingkatan hubungan antara makna yang hendak dikemukakan oleh penulis dan penafsiran atau interpretasi pembaca turut menentukan ketepatan membaca. Makna bacaan tidak terletak pada halaman tertulis tetapi berada pada pikiran pembaca. Demikianlah makna itu akan berubah karena setiap pembaca memiliki pengalaman yang berbeda-beda yang dipergunakan sebagai alat untuk menginterpretasikan kata-kata tersebut. (Anderson 1972 : 211).
            Secara singkat dapat dikatakan bahwa membaca adalah “bringing meaning to and getting meaning from printed or written material” berarti memetik serta memahami arti atau makna yang terkandung di dalam bahan tertulis (Finochiaro and Bonomo 1973 : 119). Demikianlah jelas bagi kita bahwa membaca adalah suatu proses yang bersangkut paut dengan bahasa. Oleh karena itu maka para pelajar haruslah dibantu untuk menanggapi atau memberi respon terhadap lambang-lambang visual yang menggambarkan tanda-tanda oditori yang sama yang telah mereka tanggapi sebelum itu. Menyimak dan berbicara haruslah selalu mendahului kegiatan membaca. Kegiatan membaca kita membuat bunyi dalam kerongkongan kita. Kita membaca lebih cepat kalau kita tahu bagaimana cara mengatakan serta mengelompokkan bunyi-bunyi tersebut dan kalau kita tidak tertegun-tegun melakukannya. Oleh karena itu maka sangat penting diingat agar setiap kesulitan yang berkenaan dengan bunyi, urutan bunyi, intonasi atau jeda haruslah dijelaskan sebelum para pelajar disuruh membaca dalam hati ataupun membaca lisan. (Finocchiaro and Bonomo 1973 : 120).
B.       Tujuan Membaca
            Tujuan utama dalam membaca adalah untuk mencari serta memperoleh informasi mencakup isi, memahami makna bacaan. Makna atau arti erat kaitannya dengan maksud, tujuan, atau itensif kita dalam membaca. Berikut ini tujuan dalam membaca, yaitu :
a.       Membaca untuk menemukan atau mengetahui penemuan-penemuan yang telah dilakukan oleh sang tokoh; tentang apa yang telah dilakukakn oleh sang tokoh; apa yang terjadi pada tokoh khusus, atau untuk memcahkan masalah-masalah yang dibuat oleh tokoh. Membaca seperti ini disebut membaca untuk memperoleh perincian-perincian atau fakta-fakta (reading for details or facts).
b.      Membaca untuk mengetahui mengapa hal itu merupakan topic yang baik dan menarik, masalah yang terdapat dalam cerita, apa-apa yang dipelajari atau yang dialami sang tokoh, dan merangkum hal-hal yang dilakukan oleh sang tokoh untuk mencapai tujuannya. Membaca seperti ini disebut membaca untuk ide-ide utama (reading main for ideas).
c.       Membaca untuk menemukan atau mengetahui apa yang terjadi pada setiap bagian cerita, apa yang terjadi mula-mula, pertama, kedua dan ketiga/seterusnya. Setiap tahap dibuat untuk memecahkan suatu masalah, adegan-adegan dan kejadian-kejadian dibuat dramatisasi. Ini disebut membaca untuk mengetahui urutan atau susunan, organisasi cerita (reading for sequence or organization).
d.      Membaca untuk menemukan serta mengetahui mengapa para tokoh merasakan seperti cara mereka itu, apa yang hendak diperlihatkan oleh sang pengarang kepada pembaca, mengapa para tokoh berubah, kualitas-kualitas yang dimiliki para tokoh yang membuat mereka berhasil atau gagal, ini disebut membaca untuk menyimpulkan, membaca inferensi (reading for inference).
e.       Membaca untuk menemukan serta mengetahui apa-apa yang tidak biasa, tidak wajar mengenai seseorang tokoh, apa yang benar. Ini disebut membaca untuk mengkelompokan, membaca untuk mengklasifikasikan (reading for classify).
f.       Membaca untuk menemukan apakah sang tokoh berhasil atau hidup deengan ukuran-ukuran tertentu, apakah kita ingin berbuat seperti yang diperbuat oleh sang tokoh, atau bekerja seperti cara sang tokoh bekerja dalam cerita itu. Ini disebut membaca menilai, membaca mengevaluasi (reading to evaluate).
g.      Membaca untuk menemukan bagaimana caranya sang tokoh berubah, bagaimana hidupnya berbeda dari kehidupan yang kita kenal, bagaimana dua cerita mempunyai persamaan, bagaimana sang tokoh menyerupai pembaca. Ini disebut membaca untuk memperbandingkan atau mempertentangkan (reading to compare or contract). (Anderson, 1972:214).

C.      Manfaat Membaca 
Manfaat membaca diantaranya sebagai berikut:   
  • Membaca menghilangkan kecemasan dan kegundahan
  • Ketika seseorang membaca, seseorang terhalang masuk kedalam kebodohan
  • Dengan sering membaca, orang bisa mengembangkan keluwesan dan kefasihan dalam bertutur kata
  • Membaca membantu mengembangkan pemikiran dan menjernihkan cara berfikir
  • Membaca meningkatkan pengetahuan seseorang dan meningkatkan memori dan pemahaman
  • Dengan membaca, orang mengambil manfaat dari pengalamanorang lain, dengan contoh kearifan orang bijaksana dan pemahaman yang bijaksana pula.
  • Dengan sering membaca, orang mengembangkan kemampuannya; baik untuk mendapat dan memproses ilmu pengetahuan maupun untuk mempelajari berbagai disiplin ilmu dan aplikasinya dalam hidup
  • Membaca membantu seseorang untuk menyegarkan pemikirannya dari kesulitan dan menyelamatkan waktunya agar tidak sia-sia
  • Dengan sering membaca, orang bisa menguasai banyak kata dan mempelajari berbagai tipe dan model kalimat
  • Dapat meningkatkan kemampuannya untuk menyerap konsep dan untuk memahami apa yang tertulis diantara baris demi baris atau memahami apa yang tersirat


D.      Metode Pengajaran Membaca
            Pengajaran membaca dibedakan menjadi dua yaitu: membaca tanpa buku dan membaca dengan buku.
            Pengajaran membaca yang paling baik adalah pengajaran membaca yang didasarkan pada kebutuhan anak dan mempertimbangkan apa yang harus dikuasai siswa. Rubin (1993) mengemukakan beberapa kegiatan yang dilakukan dalam pengajaran membaca yaitu:
  • Peningkatan ucapan: kegiatan difokuskan pada peningkatan kemampuan murid mengucapkan bunyi-bunyi bahasa.
  • Kesadaran fonemik bunyi: difokuskan untuk menyadarkan anak bahwa kata dibentuk oleh fonem atau bunyi yang membedakan makna.
  • Hubungan anatara bunyi huruf: pengetahuan tentang hubungan bunyi huruf merupakan prasyarat bahasa.
  • Membedakan bunyi-bunyi: yang merupakan hal penting dalam pemerolehan bahasa, khususnya bahasa.
  • Kemampuan mengenal huruf.
  • Orientasi membaca dari kiri kekanan.
  • Keterampilan pemahaman.
  • Penguasaan kosakata.


E.       Mengembangkan  Keterampilan Membaca
            Pembalajaran membaca memang benar-benar mempunyai peran penting, sebab selain manfaat seperti yang telah dikemukakan diatas, melalui pembelajaran membaca guru dapat berbuat banyak dalam proses pengindonesiaan anak-anak Indonesia. Dalam pembelajaran membaca guru dapat memilih wacana-wacana yang memudahkan penanaman nilai-nilai keindonesiaan pada anak didik. Misalnya wacana yang berkaitan dengan tokoh nasional, kepahlawanan, kenusantaraan, dan kepariwisataan. Selain itu, melalui pembelajaran membaca, guru dapat mengembangkan nilai-nilai moral, kemampuan bernalar dan kreativitas anak didik.

F.       Perkembangan Membaca
Kemampuan awal membaca mungkin doperoleh melalui interaksi sosial bukan melalui pembelajaran formal. Dalam kegiatan membaca cerita yang dilakukan oleh orang tua,tampak baik orang tua maupun anak berpartisipasi dalam kegiatan sosial. Orang tua menggunakan berbagai teknik agar anak memusatkan perhatian, mengajukan pertanyaan, dan mendorong agar anak mencoba membaca.
Orang tua yang juga berperan sebagai guru sebaiknya memperkenalkan buku-buku cerita kepada anak sendiri mungkin. Tentu saja buku yang digunakan adalah yang banyak gambarnya dan berwarna-warni sehingga menarik perhatian anak. Pada awalnya memang anak hanya memperhatikan gambar-gambar yang ada pada buku tersebut. Namun, apabila orang tua kadang-kadang membacakan cerita yang ada disamping gambar-gambar tersebut, hal itu secara tidak langsung mengajarkan kepada anak tentang susunan ceritanya.
Disamping kegiatan membaca yang dilakukan orang tua, acara-acara televisi ada yang bermanfaat untuk mengembangkan kemampuan membaca. Sebagai contoh Dora atau The Same Street dan A Ba Ta Tsa (Neno Warisman). Melalui kegiatan-kegiatan tersebut anak-anak secara tidak langsung mempelajari tulisan-tulisan yang mengandung informasi yang mereka peroleh.
Ada beberapa fase perkembangan membaca, yaitu:
  • Fase pramembaca (3-6 tahun) anak-anak mengenal huruf dan mempelajari perbedaan huruf dan angka. Kebanyakan anak akan mengenal nama jika ditulis;
  • Fase ke-1 (7-8 tahun) kira-kira kelas dua, anak-anak memperoleh pengetahuan tentang huruf, suku kata, dan kata sederhana melalui cerita;
  • Fase ke-2 kira-kira kelas tiga dan empat anak-anak dapat menganalisis kata-kata yang tidak diketahuinya menggunakan pola tulisan;
  • Fase ke-3 dari kelas empat sampai dengan kelas dua SMP, anak dapat memahami bacaan;
  • Fase ke-4 pada akhir SMP sampai SMA anak mampu menyimpulkan dan mengenal maksud penulis dalam bacaan;
  • Fase ke-5 pada tingkat perguruan tinggi dan seterusnya, orang dewasa dapat mengintegrasikan hal-hal yang dibaca dan menanggapi materi bacaan secara kritis.


H.      Masalah Membaca
Secara keseluruhan mata pelajaran Bahasa Indonesia berfungsi untuk mengembangkan kemampuan bernalar, berkomunikasi dan mengungkapkan pikiran dan perasaan, serta membina persatuan dan kesatuan bangsa.
Masalah yang dihadapi anak dalam membaca:
  • Kurang mengenali huruf;
  • Membaca kata demi kata yang seringkali disebabkan oleh gagal menguasai keterampilan pemecahan kode, gagal memahami makna kata, kurang lancer membaca;
  • Pemparafrasekan yang salah;
  • Miskin pelafalan/penghilangan;
  • Pengulangan;
  • Pembalikan;
  • Penyisipan;
  • Penggantian;
  • Menggunakan gerak bibir, jari telunjuk dan menggerakan kepala;
  • Kesulitan konsonan kesulitan kluster, diftong dan digrapf;
  • Kesulitan menganalisis struktur kata; dan
  • Tidak mengenali makna kata dalam kalimat dan cara mengucapkannya.

I.         Strategi Meningkatkan Kemampuan Membaca  
1. Strategi Bawah-Atas
Dalam strategi bawah-atas pembaca memulai proses pemahaman teks dari tataran kebahasaan yang paling rendah menuju ke yang tinggi. Pembaca model ini mulai dari mengidentifikasi huruf-huruf, kata, frasa, kalimat dan terus bergerak ke tataran yang lebih tinggi, sampai akhirnya dia memahami isi teks. Strategi ini pada umunya digunakan dalam pembelajaran membaca awal (kelas rendah).

2. Strategi Atas-Bawah
Srategi ini kebalikan dari bawah-atas. Pada strategi atas-bawah, pembaca memulai proses pemahaman teks dari tataran yang lebih tinggi. Dalam hal ini pembaca mulai dengan prediksi, kemudian mencari input untuk mendapatkan informasi yang cocok dalam teks. Disini, peranan latar belakang pengetahuan menajadi suatu variabel yang penting. Latar bekalang pengetahuan berinteraksi dengan kemampuan konseptual dan strategi proses yang mementukan berhasil atau tidaknya suatu pemaknaan.

3. Metode Strategi Campuran
Guru yang baik tidak perlu memakai satu teori saja. Guru dapat mengambil dan memilih yang terbaik dari semua strategi yang ada, termasuk pandangan-pandangan teoritis dan model pengajaran membaca. Begitu juga model atas-bawah dan atas-bawah yang bisa digunakan dalam waktu bersamaan jika diperlukan.

4. Model Strategi Interaktif
Menurut teori skema, suatu teks hanya menyediakan arahan bagi pembaca, dan pembaca seharusnya menemukan dan membangun sendiri makna teks berdasarkan pengetahuan awal mereka. Pengetahuan yang telah dimili sebelumnya latar belakang pengetahuan pembaca, dan struktur pengetahuan awal disebut schemata.
Banyak keuntungan yang didapat siswa apabila mampu memahami suatu teks bacaan tentang mata pelajaran. Siswa bisa meningkatkan dan termotivasi membaca teks tersebut dan mendorong siswa membaca bacaan tambahan. Melalui kegiatan tersebut akan memperkuat keterampilan membaca, manulis, dan berfikir kritis siswa.

5. Strategi KWL (Know-Want to know-Learned)
Startegi KWL memberikan kepada siswa tujuan membaca dan memberikan suatu peran aktif siswa sebelum, saat, dan sesudah membaca. Startegi ini juga bisa memperkuat kemampuan siswa mengembangkan pertanyaan tentang berbagai topic. Siswa juga bisa menilai hasil belajar mereka sendiri. Berikut langkah-langkahnya :
-          (K) apa yang saya ketahui?
Merupakan kegiatan sumbang saran pengetahuan dan pengalaman sebelumnya tentang topic, kemudian membangkitkan kategori informasi yang dialami pembaca dengan dimulai oleh guru yang mengajukan pertanyaan seperti “apa yang kamu ketahui tentang….?”
-          (W) what I want to learn?

-          (L) what I have Learned?

Tiga hal pokok yang perlu diperhatikan guru dalam pembelajaran membaca yaitu:
  • Pengembangan aspek sosial anak, yakni: kemampuan bekerja sama, percaya diri, kestabilan emosi dan rasa tanggung jawab.
  • Pengembangan fisik, yaitu pengaturan gerak motorik.
  • Perkembangan kognitif, yakni membedakan bunyi, huruf, menghubungkan kata dan makna.

J.        Penerapan Kemampuan Membaca
A.    Membaca dalam Hati
Membaca dalam hati yaitu kegiatan membaca yang hanya mengandalkan kemampuan visual, pemahaman, serta ingatan dalam menghadapi bacaan, tanpa mengeluarkan suara atau menggerakkan bibir.
Menurut Tarigan ( 1993:30-31) secara garis besar kita dapat membedakan atas dua jenis kegiatan membaca, yaitu:
  • Membaca ektensif yaitu membaca (survey reading), membaca sekilas (skimming).
  • Membaca intensif yaitu membaca telaah isi dan membaca telaah bahasa.
  • Membaca telaah isi meliputi membaca teliti, membaca pemahaman, membaca kritis, dan membaca ide.
  • Membaca telaah bahasa meliputi membaca bahasa dan membaca sastra.

Jenis keterampilan membaca dalam hati yaitu:
1.      Membaca Wacana Informatif
Setiap hari, dilingkungan kita tersedia berlimpah informasi yang tidak terbatas. Informasi tersebut dapat berwujud bahan bacaan berupa Koran, majalah, jurnal, buku, surat elektronik (e-mail), artikel dan berita/artikel yang disampaikan melalui internet.
Oleh karena itu, untuk menghadapi sumber informasi yang begitu banyak maka kita dituntut memiliki kemampuan memilih bahan bacaan dengan cepat serta berkemampuan membaca cepat pula. Adapun strategi membaca yang efektif adalah:
a.       Membaca Memindai
Membaca memindai terbagi kedalam dua jenis keterampilan, yaitu :
1.      Scanning
Scanning adalah keterampilan membaca yang bertujuan menemukan informasi khusus dengan sangat cepat. Dengan demikian, dalam kegiatan membaca jenis initidak perlu membaca kata demi kata dan tidak perlu membaca secara teliti keseluruhan bahan bacaan yang kita hadapi guna menemukan informasi khusus yang kita butuhkan. Yang diperlukan adalah mata untuk menjangkau kelompok-kelompok kata sebanyak-banyaknya secara sekaligus dan kemampuan berpindah dari satu jangkauan pandangan kejangkauan pandangan berikutnya dengan cepat sampai menemukan informasi khusus yang kita cari.
Keterampilan membaca scanning hanya dapat diperoleh dengan melakuan latihan-latihan, misalnya dengan berlatih menemukan suatu kata dalam kamus. Dalam melakukan scanning, hanya perlu menangkap kata kunci yang menandai informasi yang kita cari. Bahkan dalam mencari kata – kata dalam kamus atau ensiklopedia hanya perlu memindai huruf pertama, huruf kedua, dan huruf berikutnya yang dicari.
2.      Skimming
Menurut Fry dalam Mikulecky (1990:138), skimming memiliki kesamaan dengan scanning, yaitu memerlukan kecepatan membaca yang tinggi. Namun, skimming memiliki perbedaan dengan scanning dalam hal berikut.
Skimming merupakan jenis membaca cepat dengan tujuan untuk menemukan informasi khusus dalam suatu teks. Sedangkan skimming merupakan kemampuan memproses teks dengan cepat guna memperoleh gambaran umum mengenai bentuk dan isi teks, yaitu mengenai organisasi, gaya, dan focus tulisan, gagasan-gagasan utama yang disampaikan dan sudut pandang penulis, termasuk mengenai teks dengan kebutuhan dan minat pembaca.
Berdasarkan informasi yang diperoleh melalui skimming, pembaca dapat mengambil keputusan  apakah akan terus membaca bahan bacaan tersebut secara keseluruhan atau cukup membaca bagian tertentu saja yang sesuai dengan kebutuhan dan minatnya. Selain itu, skimming juga bermanfaat untuk mengulang kembali teks yang sudah dibaca sebelumnya. Dengan demikian, skimming menuntut pembaca sekurang-kurangnya memiliki pengetahuan mengenai organisasi teks, pengetahuan leksikal, terutama kata-kata yang menyatakan suatu petunjuk (lexical clues) dan kemampuan menemukan ide pokok dari suatu bacaan.
b.      Membaca Pemahaman
            Istilah membaca pemahaman ini untuk merujuk kepada jenis kegiatan membaca dalam hati yang dilakukan untuk memperoleh pengertian tentang sesuatu atau untuk tujuan belajar sehingga memperoleh wawasan yang lebih luas tentang sesuatu yang dibaca. Tarigan (1993) menyebut jenis kegiatan membaca ini dengan istilah membaca teliti. Namun, kita tidak menggunakan istilah membaca teliti mengingat ada kesan bahwa membaca teliti selalu digunakan dengan lambat. Padahal, dalam membaca pemahaman kecepatan membaca yang kita gunakan mungkin bervariasi, tergntung pada bahan bacaan yang kita baca. Bila bahan yang dibaca itu berisi penjelasan mengenai ciri-ciri negara demokrasi, misalnya kita akan membaca bagian itu dengan kecepata maksimal, sedangkan apabila bahan bacaan itu berisi detail dengan data berupa angka-angka (misalnya) mungkin kecepatan kita dalam membaca agak berkurang. Selain itu, cakupan konsep membaca pemahaman ini tidak sama persis dengan cakupagn konsep membaca dalam hati yang dikemukakan oleh Tarigan (1993).
1)      Prabaca (Previewing)
Kegiatan prabaca akan memberikan pemahaman awal kepada kita mengenai bahan bacaan yang dihadapi. Kegiatan prabaca (previewing) yang perlu kita lakukan ketika akan membaca sebuah buku, antara lain sebagai berikut :
a.       Bacalah halaman judul buku dan halaman copyright. Temukan nama pengarang buku dan tahun terbitnya. Mengetahui tahun terbit buku sangat penting guna mengetahui seberapa baru (how up to date) buku tersebut di antara buku-buku sejenis.
b.      Bacalah daftar isi. Amati organisasi buku meliputi bab dan subbabnya.
c.       Lakukan skimming terhadap bagian (bab) pendahuluannya. Kemudian, perhatikan ilustrasi-ilustrasi, diagram-diagram, tabel-tabel. Bacalah judul-judul dan amati apakah setiap akhir bab terdapat rangkuman atau pertanyaan-pertanyaan untuk didiskusikan.
d.      Perhatikan halaman pertama pada setiap bab.
e.       Lakukan skimming pada bab terakhir karena biasanya pada bab terakhir merupakan kesimpulan atau rangkuman dari isi buku. Perhatikan pula bagian akhir buku, apakah terdapat indeks, glosarium, daftar pustaka, dan hal lain yang dapat membantu memahami isi buku.
Selanjutnya, berikut ini adalah petunjuk melakukan prabaca (previewing) terhadap sebuah bab dari suatu buku atau sebuah artikel :
a.       Bacalah judul bab atau artikel
b.      Perhatikan seluruh ilustrasi yang ada.
c.       Apabila bab atau artikel tersebut terdiri atas sub-subbab atau sub-subtopik, lakukan skimming terhadap judul sub-subbab atau sub-subtopik tersebut.
d.      Lakukan pula skimming terhadap paragraf awal dan akhir serta rangkuman bab atau artikel tersebut. Apabila terdapat pertanyaan-pertanyaan pada akhir bab, lakukan pula skimming terhadapnya.
Manfaat melakukan prabaca (previewing), antara lain sebagai berikut :
-          Mengetahui jenis (genre) bahan bacaan yang dihadapi, konteks pembahasan / penceritaan, topik / tema bahan bacaan, tingkat kesulitan dan organisasi bahan bacaan.
-          Mengaktifkan latar belakang pengetahuan yang telah dimilikinya sehingga memungkinkan pembaca lebih mudah menangkap makna dari teks yang dibaca meskipun banyak kata yang digunakan dalam bacaan itu masih asing baginya.
-          Menumbuhkan kesadaran bagi pembaca bahwa guna menangkap mekna dari suatu bacaan pembaca tidak harus membaca kata demi kata dari bahan bacaan itu, melainkan berupaya menangkap makna dari keseluruhan kalimat, paragraf, dan wacana (Mikulecky, 1990:35-38).
                  
2)      Pendugaan (Predicting)
Setelah selesai atau selama melakukan prabaca, sebaiknya kita menduga-duga isi bacaan yang akan kita baca. Misalnya, ketika membaca judul buku Sejarah Sastra Indonesia, karya Ajip Rosidi, kita menduga-duga bahwa buku tersebut memuat informasi mengenai perkambangan sastra di Indonesia sejak zaman Balai Pustaka, Pujangga Baru, Angkatan Jepang, Angkatan 45, Angkatan 60, Angkatan 70, Angkatan Kontemporer, bahkan mungkin juga sampai tahun masa kini. Dugaan-dugaan mengenai isi bacaan terus kita lakukan ketika atau setelah kita mengamati ilustrasi berupa gambar, diagram, dan informasi lain yang diperoleh ketika melakukan prabaca. Ketika melakukan dugaan, kita berupaya mendapatkan informasi :
a.       Jenis bacaan yang akan kita baca, apakah berupa laporan penelitian buku pelajaran, artikel, cerita, atau lainnya.
b.      Apa yang sudah kita ketahui dan apa yang belum mengenai isi bacaan.
c.       Seberapa teliti kita harus membaca suatu bahan bacaan.

2.      Membaca dengan Kecepatan Bervariasi dan Menandai Bahan Bacaan
Setelah kita melakukan kegiatan prabaca dan menduga-duga isi bacaan yang kita hadapi, kitapun mulailah melakukan kegiatan membaca yang sesungguhnya. Berdasarkan hasil kegiatn prabaca dan juga dugaan kita terhadap teks yang kita hadapi, mungkin kita akan menggunakan beberapa keterampilan dalam membaca. Untuk memperoleh pemahaman yang utuh mengenai bahan bacaan yang benar-benar baru bagi kita, kita perlu menggunakan keterampilan membaca skimming terhadap seluruh bacaan, kemudian membaca ulang dengan tempo yang lebih lambat pada bagian-bagian yang memerlukan ketelitian. Misalnya, membaca ulang bab-bab atau bagian bab yang belum kita pahami, membaca kembali tabel-tabel yang berisi data statistik, formula-formula atau rumus-rumus penting.
Selama membaca ulang bagian-bagian yang kita anggap perlu dibaca dengan teliti, berilah tanda pada bagian yang Anda anggap penting. Jangan segan pula membuat catatan-catatan, baik pada halaman bacaan maupun pada kartu-kartu yang Anda siapkan untuk itu. Misalny, bubuhilah garis bawah pada kalimat atau garis tegak pada pinggir paragraf yang Anda anggap memuat informasi penting.
Perlu kita ingat baik-baik bahwa sangatlah keliru bila kita menginginkan halaman-halaman buku atau margin dari artikel yang dibaca selau bersih dari tanda-tanda atau tulisan. Lebih baik buku-buku menjadi buruk rupa atau rusak karena dibaca secara sungguh-sungguh daripada dibiarkan bersih mengilat, namun tidak dimengerti, kecuali buku-buku yang dibiarkan bersih mengilat itu adalah buku-buku atau majalah yang dibaca untuk tujuan mendapatkan hiburan.

3.    Membuat Rangkuman
Pemahaman dan daya ingat kita terhadap isi buku atau artikel akan semakin mantap apabila setelah selesai membacanya kita tuliskan sebuah rangkuman mengenai isinya. Panjang rangkuman tentu saja bergantung pada panjang bahan bacaan yang telah kita baca. Sebuah artikel mungkin dapat dirangkum dalam sebuah paragraf. Sebuah buku dapat kita rangkum menjadi beberapa paragraf. Satu paragraf berisi rangkuman terhaadap sebuah bab dari buku tersebut.
Pada bagian akhir dari sebuah rangkuman akan lebih baik kita tuliskan pula pendapat (komentar) kita mengenai subjek yang dibahas dalam buku atau artikel yang sudah kita baca. Mungkin saja pendapat tersebut berupa pernyataan setuju, tidak setuju atau sebagai pelengkap terhadap bahan bacaan yang sudah dibaca. Pendapat atau komentar yang kita kemukakan haruslah disertai argumen-argumen yang kuat.

B.     Membaca Bersuara
Kegiatan membaca bersuara yang paling sederhana yang pernah kita lakukan. Kita belajar melafalkan kalimat-kalimat sederhana dari suatu wacana sederhana pula. Kini sebagai guru, kita pun mengajarkan murid-murid kita membaca mulai dari jenis membaca bersuara.
Dalam belajar bahasa, kegiatan membaca bersuara sangat besar kontribusinya terhadap belajar berbicara. Melalui membaca bersuara murid balajar mengucapkan bunyi-bunyi bahasa yang dipelajarinya dengan benar.
Selain membaca bersuara merupakan aktivitas yang dilakukan ketika murid baru belajar membaca, tampaknya membaca bersuara pun tetap penting dilakukan oleh orang-orang yang menggeluti profesi tertentu. Seorang Presidan, Menteri, Direktur suatu institusi, penyiar televisi (misalnya) dituntut memiliki keterampilan membaca bersuara yang memadai. Pada pertemuan-pertemuan yang resmi tidak jarang seorang Presiden, Menteri, Direktur suatu institusi harus berpidato dengan menggunakan suatu naskah. Kemudian, seorang penyiar televisi ketika menyajikan siaran berita seringkali dilakukan dengan membaca naskah berita. Hal ini menuntut mereka menguasai keterampilan membaca bersuara yang memadai.
Anda mungkin pernah pula terlibat dalam kegiatan pementasan-pementasan baca puisi, cerpen, dan drama. Kegiatan-kegiatan tersebut sangat memerlukan penguasaan keterampilan membaca bersuara. Paling tidak, kegiatan membaca bersuara selalu dilakukan pada saat-saat latihan pementasan tersebut. 
Jadi, sangat jelas bahwa membaca bersuara merupakan kegiatan yang dilakukan oleh pembaca bersama-sama dengan pendengar untuk menangkap informasi dari suatu bacaan atau untuk menikmati bacaan. Dalam hal ini, menurut Tarigan (1993:22), pembaca pertama-tama dituntut untuk dapat memahami makna serta perasaan yang terkandung dalam bahan bacaan. Untuk itu, ia harus terampil mamahami lambang-lambang tertulis yang digunakan dalam tulisan yang akan dibacanya. Selain itu, seorang pembaca nyaring yang efektif harus memiliki kemampuan menggerakkan mata dengan cepat karena selain harus dapat membaca per kelompok kata dan bahkan per kalimat, ia juga harus dapat memelihara kontak mata dengan pendengar.
Read more »»